Bila yang
dimaksud dengan konsep moderasi itu, jalan tengah atau sarat dengan
keseimbangan, maka sudah dipastikan bahwa konsep moderasi, sejatinya bukan barang
barang dalam ajaran Islam. Setidaknya,
dapat ditelaah dengan terdapatnya sejumlah konsep normative Islam,
sebagaimana yang tertuang dalam
al-Qur’an, yang merujuk pada pentingnya
membangun peradaban moderasi.
Dapat
ditemukan, ada konsep wasath (al-Baqarah/2: 238), wazan yang merujuk pentingnya
timbangan atau kalkulasi (al-A‘raf/7: 85), al-adil, atau sikap adil (al-An’?m/6: 150), dengan kata
lain, Islam memberikan arahan untuk menghindari sikap yang berlebihan, baik
dalam konteks sikap maupun tindakan. Sehubungan hal itu, pentingnya moderasi
ini, bukan sekedar menjadi bagian penting dalam membangun kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, namun tuntutan yang penting dalam sikap
keberagamaan, sebagaimana yang tertuang dalam tebaran firman Allah Swt tadi.
Persoalan
praktisnya, bagaimana, kita semua, khususnya di lingkungan lembaga pendidikan,
dapat berkontribusi untuk mendukung agenda moderasi Islam di Indonesia ?
Dalam
konteks ini, MAN 2 Kota Bandung, mengambil jalan moderat pula. Sampai saat ini, madrasah tidak menetapkan
nilai-nilai moderasi sebagai satu mata pelajaran khusus, atau satu program ekslusif. Secara
implisit, sikap serupa itu, malah akan menjebak kita pada eksklusifitas nilai
moderasi dalam konteks pendidikan nasional dan pendidikan agama. Bahkan, pada sisi lain, pilihan tadi, akan membengkakkan beban belajar para
siswa. Oleh karena itu, Madrasah mengambil langkah mengembangkan pendekatan
inklusif dalam penamanan nilai moderasi dan atau pembiasaan sikap moderasi
dalam kehidupan praktis di lingkungan
pendidikan.
Untuk
mendukung agenda ini, ada beberapa strategi yang dikembangkan madrasah.
Pertama, memanfaatkan kompetensi dasar yang ada dalam mata pelajaran, baik
pelajaran agama, maupun peminatan, dalam menumbuhkembangkan nilai-nilai
moderasi. Misalnya, melalui mata pelajaran Fiqh mengenai tasammuh dan ukhuwaah
wathaniyah, PKn tentang toleransi, dan sosiologi atau Geografi mengenai apresiasi
terhadap keragaman budaya.
Kedua,
penamanan nilai dalam kegiatan-kegiatan kesiswaan. Kegiatan bulan Bahasa, kegiatan pendidikan
karakter, kegiatan ekstrakurikuler dapat dijalurkan sebagai jalur pendidikan
non-formal dalam penamanan nilai-nilai moderasi. Madrasah tidak harus, andaipun dipandang
perlu, membuat ekstrakurikuler khusus moderasi agama, namun dapat memanfaatkan
ragam kegiatan ekstrakurikuler kesiswaan sebagai jalur pembinaan moderasi
agama.
Ketiga,
mengembangkan model-model kegiatan social kesiswaan kepada masyarakat umum.
Sejumlah kegiatan, sebagaimana yang diselenggarakan OSIS, atau pramuka,
menyelenggarakan program pengabdian kepada masyarakat tanpa melihat latar
belakang agama, atau budaya. Hal ini, secara tidak langsung, dapat
dikategorikan sebagai upaya sadar dan sistematis daam membangun sikap toleransi
dan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat.
Keempat,
meningkatkan partsipasi belajar siswa dalam ragam kegiatan di luar madrasah.
Kendati Madrasah cenderung dipersepsikan sebagai sekolah agama, namun sejumlah
siswa terlibat aktif dalam ragam kegiatan umum, seperti program Gerakan Sekolah
Sadar Hukum atau Forum silaturahmi OSIS di Jawa Barat.
Ragam
kegiatan yang berkembang dan dikembangkan itu, secara sistematis dan massif,
diharapkan menjadi bagian penting dalam membangun dan mengembangkankan
nilai-nilai moderasi Islam. Madrasah meyakni, dengan pendidikan moderasi Agama,
bukans aja mendukung pada program pemerintah, tetapi sekaligus juga
mengimplementasikan Firman Allah Swt dalam Qur’an Surat al-Hujurat.
Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti. (Al-Hujurat/49:13)
Wallahu’alam bi shawwab.
(Sumber : Dr. Asep Encu, M.Pd., Kepala MAN 2 Kota Bandung)